Oleh: Sholehuddin, Ketua PC ISNU Sidoarjo
Pasca Terpilihnya Kembali Cak Anas Pimpin PW ISNU Jatim Masa Khidmat 2017-2022
Terpilihnya kembali sahabat Abdullah Azwar Anas atau yang akrab dipanggil Cak Anas dalam Konferwil IV Pengurus Wilayah Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Jatim di Balai Diklat PNS Kabupaten Banyuwangi, Ahad (5/11) lalu, menjadi dilema politik bagi banom NU yang mewadahi para kaum intelektual itu. Sebab, sejak awal ISNU berkomitmen tidak terlibat dalam hiruk pikuk politik, meski hal itu berefek pada kurangnya bargaining ISNU sebagai sub ormas NU. Kalah jauh dengan banom-banom lain yang sudah ‘mapan’ massa.
Jujur saya katakan, ketika Cak Anas terpilih ketua pada periode pertama, dalam hati kecil berkata, kok mau-maunya Cak Anas yang kala itu sudah menjabat Bupati Banyuwangi ‘ngurus’ ISNU level propinsi yang kurang ‘menjual’ secara politik ini, karena tentu di Banyuwangi tidak butuh itu. Seandainya ingin merebut tiket Jatim 1 atau 2, saat itu masih belum memungkinkan karena prestasinya sebagai kepala daerah belum tampak.
Waktu terus bergulir seiring dengan prestasi Banyuwangi yang sudah mendunia. Bukan tidak mungkin pada saatnya nanti impian itu menjadi kenyataan. Dan, pintu itu saat ini sudah mulai sedikit terbuka pasca ditetapkannya dia sebagai Calon Wakil Gubernur Jawa Timur yang diusung PKB – PDIP pada tanggal 15 Oktober lalu.
Bagaimana dengan ISNU? Terpilihnya kembali Cak Anas sebagai Ketua PW ISNU Jatim periode 2017-2022, sedikit banyak menjadi anti tesis jika selama ini ISNU tidak menarik dan tidak laku jual. Fakta ini sekaligus menjadi instrumen terangkatnya pamor ISNU di mata publik utamanya warga NU. Dari sini secara otomatis akan muncul simbiotik mutualisme yang lazim dalam dunia politik. Inilah era baru dan moment penting ISNU khususnya di Jatim yang saat ini menjadi barometer nasional.
Dengan demikian, dilema politik ISNU dalam hal ini tidak lain di satu sisi harus menjaga ke-istiqamahannya sebagai wadah intelektual yang nirpolitik, namun di sisi lain perlu (jika tidak dikatakan harus) mengawal kader terbaiknya dalam menggapai ‘impiannya’. Sebagai sesama kader tentu tidak ingin membiarkan sahabatnya berjuang bersama orang lain.
Karena itu penting ditegaskan di sini. Sebagai organisasi, ISNU harus profesional menjadi organisasi kaum cerdik yang bersih dari kepentingan politik sesaat, tapi sebagai pribadi, punya pilihan masing-masing, sesuai kaca mata akademik yang sudah melekat pada kesarjanaanya. Dan itu juga sudah ditegaskan oleh ketua terpilih seperti dirilis dalam sebuah media cetak terkemuka yang menyatakan tidak akan menyeret ISNU dalam pusaran pilgub Jatim. Selamat Cak Anas, harapan ISNU menjadi organisasi modern menanti sentuhan Anda. (***).