Reporter : –
Editor : Agus Harianto
Rejoso, Kabarpas.com – Gerakan Rejoso Kita menginisiasi kegiatan Lelang konservasi pada 28-29 November 2017. Lelang ini diikuti oleh para petani di sepanjang aliran DAS Rejoso, khususnya yang tinggal di klaster hulu (upstream) dan klaster tengah (midstream). Kegiatan lelang konservasi ini merupakan tindak lanjut dari serangkaian studi yang dilakukan oleh Gerakan Rejoso Kita dalam satu tahun terakhir.
Sebagaimana siaran pers yang diterima redaksi Kabarpas.com, lelang konservasi merupakan salah satu mekanisme yang dikenalkan oleh Gerakan Rejoso Kita dalam skema pembayaran jasa lingkungan (payment for ecosystem services) kepada masyarakat guna memilih petani maupun kelompok tani yang akan berpartisipasi dalam kegiatan konservasi berbasis kinerja.
“Lelang konservasi ini dilakukan agar skema pembayaran jasa lingkungan ini dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien dengan memperhatikan kesediaan petani untuk menerima kontrak konservasi (willingness to accept) dan sekaligus memperlihatkan komitmen dan kemauan untuk membayar (willingness to pay) dari pemanfaat jasa lingkungan di DAS Rejoso yang diwakili oleh Gerakan Rejoso Kita”, kata Dr Beria Leimona dari the World Agroforestry Center (ICRAF) selaku fasilitator utama dalam
kegiatan lelang ini.
Diharapkan petani atau kelompok tani yang menang dalam proses lelang ini selanjutnya mau menjalankan skema pembayaran jasa lingkungan yang ditawarkan oleh Gerakan Rejoso Kita. Secara periodik Gerakan Rejoso Kita akan melakukan pemantauan atas pelaksanaan kegiatan tersebut di lapangan dalam setahun ke depan.
Pelaksanaan lelang dibagi dalam 2 klaster yaitu klaster hulu dan klaster tengah, yang masing-masing mempunyai pembayaran imbal jasa lingkungan tersendiri. Di klaster hulu, skema imbal jasa lingkungan lebih diarahkan pada pengayaan tanaman kayu (cemara) di lahan pertanian, peningkatan laju infiltrasi lahan, dan pengurangan sedimentasi.
Sedangkan di klaster tengah lebih diarahkan pada pengayaan tanaman di lahan dengan produk bernilai ekonomi tinggi, perbaikan pengelolaan kebun dan peningkatan laju infiltrasi lahan, serta pengukuran karbon stok di lahan sebagai langkah berikutnya.
Kegiatan lelang di klaster hulu dipusatkan di Desa Wonokitri dengan melibatkan 3 desa, yaitu Wonokitri, Sadaeng dan Keduwung Atas dan hampir seratus petani sebagai peserta lelang.
Sementara di klaster tengah dipusatkan di Desa Pasrepan dengan melibatkan 5 desa, yaitu Galih, Petung, Tempuran, Ampelsari, Keduwung Bawah, dan lebih dari 100 petani. Hal itu menunjukkan antusiasme petani dalam mengikuti kegiatan lelang konservasi ini, baik di daerah hulu maupun tengah DAS Rejoso.
“Lelang konservasi ini dapat menjadi sarana dan media pembelajaran untuk petani agar lebih paham tentang pertanian yang berwawasan dan ramah lingkungan, serta transparansi dalam menentukan nilai kontrak konservasi,” terang Leimona lebih lanjut.
Sebenarnya petani telah mempunyai keinginan untuk bertani yang ramah lingkungan, namun mereka belum memahami konsep dan teknisnya, disamping itu tidak ada insentif bagi para petani yang mempraktikkan pola pertanian ramah lingkungan tersebut.
Suraji, peserta lelang dari Desa Keduwung Atas menyatakan, melalui kegiatan ini dirinya berharap bisa mendapatkan pengetahuan tentang konservasi di lahan dengan kemiringan yang curam. “Karena sebagian besar lahan di desa kami kemiringannya sangat curam,” ucapnya.
Sementara Sudipto petani dari Desa Wonokitri berharap, dari kegiatan konservasi ini
ke depan masyarakat dapat mengurangi laju erosi dan terhindar dari bencana tanah longsor.
“Kami juga berharap masyarakat di hilir juga mendapatkan manfaat dari konservasi yang kami lakukan di atas,” tandasnya.
Skema lelang ini diharapkan juga dapat menumbuhkan kesadaran, keinginan berpartisipasi dan komitmen dari seluruh pemangku kepentingan yang ada untuk lebih peduli terhadap upaya perlindungan dan pelestarian DAS Rejoso. Karena memang saat ini DAS Rejoso membutuhkan perhatian lebih karena tingginya tingkat ancaman akan kelestariannya di masa depan.
“DAS Rejoso juga sangat vital keberadaannya karena ada jutaan masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari pasokan air yang disediakannya”, pungkas Fajar Kurniawan dari YSII (Yayasan Social Investment Indonesia). (***/gus).