Oleh : Rizky Sembada, S.E., M.M., M.Psi
KABARPAS.COM – DALAM musim politik baik pemilu atau pilkada tidak akan lepas dari pembahasan politik uang (money politic). Praktik politik uang merupakan salah satu isu yang sering muncul dalam kontek pemilu maupun pilkada di Indonesia. Walaupun telah diatur dalam undang-undang sebagai pelanggaran pemilu, praktik ini masih sering terjadi dan memiliki dampak yang signifikan terhadap proses demokrasi dan integritas politik. Dalam artikel ini kami akan menjelaskan persepsi masyarakat terhadap uang selama pemilu/pilkada, serta dampaknya terhadap sistem politik dan tantangan demokrasi di Indonesia.
Politik uang merujuk pada praktik pemberian uang atau materi lainnya kepada pemilih sebagai cara untuk mempengaruhi hasil pemilihan. Praktik ini bisa mencakup pembelian suara, penyalagunaan dana kampanye, atau pemberian imbalan kepada pemilih untuk mendukung calon tertentu. Persepsi awal masyatakat terhadap politik uang cebderung negatif. Banyak orang melihatnya sebagai bentuk korupsi politik yang merusak integritas demokrasi dan keadilan pemilihan. Namun, akhir-akhir ini banyak masyarakat yang memandang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari realitas politik baik di tingkat lokal maupub nasional. Sebagian masyarakat telah menilai politik uang merupaka cara untuk mendapatkan simpati masyarakat dan dalam rangka memperoleh suara dalam kompetisi politik. Bahkan disebagian masyarakat hanya akan memilih kepada mereka calon yang memberi uang lebih banyak dari calon lainnya.
Salah satu tokoh yang secara terbuka menentang praktik politik uang saat pemilihan umum adalah tokoh fenomental India Mahatma Gandhi. Meskipun Gandhi lebih dikenal karena perjuangannya dalam gerakan kemerdekaan India dan ajaran-ajarannya tentang kehidupan sederhana, non-kekerasan, dan keadilan sosial, dia juga menekankan pentingnya integritas dan kejujuran dalam proses politik. Gandhi menolak politik uang karena bertentangan dengan nilai-nilai moral dan etika yang dia anut. Baginya, kekuasaan politik harusnya tidak dicapai dengan menggunakan kekayaan atau sumber daya finansial semata, tetapi harus didasarkan pada kebenaran, keadilan, dan kesadaran kolektif akan kepentingan masyarakat dan tujuan seorang pemimpin yang dipilih.
Dalam praktiknya, Gandhi mendorong partisipasi politik yang bersih dan adil, di mana pemimpin dipilih karena kualitas karakter kompetensi mereka, bukan karena mereka memiliki uang atau kekayaan. Dia mengajak masyarakat untuk tidak menerima suap atau hadiah dalam bentuk apapun dalam proses pemilihan, dan mengedepankan nilai-nilai moral dalam mengambil keputusan politik. Gandhi juga secara aktif memperjuangkan reformasi politik untuk mengurangi atau menghilangkan praktik politik uang. Dia mendesak pemerintah dan pemimpin politik untuk mengambil langkah-langkah kongkret untuk meningkatkan transparasi, akuntabilitas, dan integritas dalam sistem politik. Meskipun Gandhi tidak hidup di jaman modern dengan kompleksitas politik dan pemilihan yang sering terjadi saat ini, nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang dianut dalam menentang politik uang tetap relevan dan menginspirasi banyak tokoh dan aktivis politik hingga saat ini.
Dalam perspektif psikologi praktik politik uang (stimulus) dapat mempengaruhi gairah dan partisispasi dalam masyarakat. Namun, dampaknya akan dapar merusak kepercayaan masyarakat terhadap proses pemilihan dan merusak legitimasi pemerintah yang terpilih. Politik uang juga membuka celah potensi koruosi yang berkelanjutan dikarenakan seorang pemimpin yang terlahir dari praktik politik uang hal pertama yang ia fikirkan adalah bagaimana mengembalikan uang yang sudah terpakai dalam proses menuju jabatannya.
Dampak lain dari praktik politik uang pasti akan mempengaruhi kualitas kepemimpinan yang terpilih. Calon yang menggunakan praktik politik uang berpotensi lebih fokus pada memenuhi kepentingan finasial mereka sendiri/kelompoknya sendiri daripada kepentingan masyarakat. Hal ini mengakibatkan pemimpin yang kurang berkualitas dan kurang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang dipimpin.
Lantas apakah politik uang dapat kita dihilangkan?
Dalam hal ini penulis mencoba mengupas tentang langkah antisipasi dalam mengatasi praktik politik uang. Upaya pertama yang harus dilakukan adalah merubah main set dan mental para calon pemimpin, meluruskan niat bahwa mereka mencalonkan diri sebagai pemimpin bukanlah semata hanya untuk berebut jabatan atau mencari popularitas serts gengsi, melainkan tujuan utama untuk mengabdi demi mensejahterahjan maayarakay yang dipimpin.
Pemahaman, sosialisasi, serta reformasi yang komprehensif kepada masyarakat dan calon pemimpin. Ini termasuk penguatan pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran (politik uang) dalam pemilu memberikan edukasi kepada pemilih tentang pentingnya menjaga integritas pemilihan, serta peningkatan transparasi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana kampanye.
Kesadaran masyarakat tentang bahaya politik uang dan pentingnya memilih calon berdasarkan visi, misi, dan program yang pro terhadap masyarakat dan itegritas calon pemimpin sangat penting. Edukasi masyarakat tentang hak dan tanggung jawab sebagai pemilih dapat membantu mengurangi praktik politik uang dan memperkuat demokrasi, serta yang tidak kalah pentingnya adalah memberikan pemahaman bahwa praktik politik uang adalah sebuah pelanggaran hukum konstitusi serta pelanggaran terhadap syariat yang akan mendapat konsekuwensi hukum dunia dan hukum Alloh.
Akhirnya penulis ingin menyampaikan bahwa membahas tentang politik uang merupakan isu yang komplek dan dampak yang signifikan terhadap sistem politik dan tatanan demokrasi, namun hal tersebut tidaklah mudah dalam pelaksanaanya. Meski demikian besar harapan penulis kepada para pembaca dan masyarakat umum tentang pentingnya memahami bahwa kerusakan sistem demokrasi dan kerusakan lainnya disebabkan oleh politik uang. Semoga suatu saat para calon pemimpin dan masyarakat pemilih menemukan solusi untuk mengatasi praktik politik uang serta memperkuat integritas pemilihan agar sistem pemilihan di Indonesia akan hidup kembali sesuai dengan cita lahirnya demokrasi yang luhur terwujudnya pemeintahan yang adik dan beradab. (***).