Jakarta, Kabarpas.com – Di tengah derasnya arus globalisasi ilmu pengetahuan, siapa sangka jurnal-jurnal hukum Islam yang diterbitkan oleh Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) di Indonesia justru berhasil mencuri perhatian dunia akademik? Diam-diam, mereka melesat dan mencetak sejarah.
Dalam pemeringkatan terbaru SCImago Journal Rank (SJR) April 2025, lima jurnal ilmiah yang diterbitkan di lingkungan PTKI berhasil menempati kategori tertinggi, yakni Q1, dengan skor SJR yang bahkan melampaui jurnal-jurnal ternama dari Amerika dan Eropa dalam bidang hukum Islam dan studi keagamaan, seperti Islamic Law and Society (SJR 0.146), Manchester Journal of Transnational Islamic Law and Society (SJR 0.134). Dalam pemeringkatan terbaru SCImago Journal Rank (SJR) April 2025, lima jurnal ilmiah yang diterbitkan di lingkungan PTKI berhasil menempati kategori tertinggi, yakni Q1, dengan skor SJR yang bahkan melampaui jurnal-jurnal ternama dari Amerika dan Eropa dalam bidang hukum Islam dan studi keagamaan, seperti Islamic Law and Society (SJR 0.146), Manchester Journal of Transnational Islamic Law and Society (SJR 0.134).
Daftarnya pun membanggakan:
1. Ijtihad: Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan – SJR 1,517
2. El-Mashlahah – SJR 1,455
3. Juris: Jurnal Ilmiah Syariah – SJR 1,296
4. Journal of Islamic Law – SJR 1,023
5. Al-Ihkam: Jurnal Hukum dan Pranata Sosial – SJR 1,015
*Tak Sekadar Banyak Sitasi, Tapi Penuh Pengaruh*
Beberapa kalangan mempertanyakan mengapa jurnal-jurnal ini bisa mendapatkan skor tinggi, meski artikel-artikelnya banyak ditulis dalam Bahasa Indonesia dan jumlah sitasinya tak semasif jurnal asing.
Namun menurut para ahli, SJR bukan sekadar soal kuantitas sitasi, melainkan kualitas dan pengaruh dari sitasi tersebut. Jurnal yang disitasi oleh jurnal-jurnal bereputasi tinggi otomatis mendapat nilai lebih besar dalam kalkulasi SJR. Selain itu, SJR juga mempertimbangkan rasio self-citation, kolaborasi internasional, serta relevansi tema dengan isu-isu global seperti Sustainable Development Goals (SDGs).
“Kita tidak perlu minder hanya karena kita menulis dalam bahasa sendiri. Yang terpenting adalah pengaruh ilmiah yang dibawa. Jurnal PTKI sudah berbicara di level global dengan topik-topik yang relevan, ilmiah, dan kontekstual,” ungkap Yazid Hady, pegiat jurnal ilmiah dari PTKIN.
*Bukti Riset Keislaman Kita Diakui Dunia*
Capaian ini diapresiasi oleh Arskal Salim, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama.
“Ini adalah bukti konkret bahwa riset keislaman kita tidak hanya berkembang di dalam negeri, tapi juga diterima secara internasional. Jurnal-jurnal ini telah menjadi jendela dunia untuk melihat wajah Islam Indonesia yang moderat, humanis, dan progresif,” tegas Prof. Arskal.
Lebih jauh, ia menilai tingginya skor SJR juga menjadi indikator bahwa jurnal-jurnal ini dikelola secara profesional, konsisten dalam menjaga kualitas editorial, serta mampu mengangkat isu-isu yang aktual dan berdampak luas.
“Kita patut bangga. Tapi lebih dari itu, ini juga menjadi tanggung jawab untuk terus menjaga integritas ilmiah dan membuka ruang kolaborasi dengan komunitas global,” tambahnya.
Ia berharap, PTKI lain dapat mengikuti jejak prestasi yang telah diraih tersebut. “Saya harap, PTKI lainnya mencontoh dengan mengikuti praktik baik tersebut,” ungkapnya.
Senada dengan itu, Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam, Sahiron, menyampaikan bahwa capaian ini adalah manifestasi dari kerja kolektif yang dilakukan oleh para pengelola jurnal, penulis, reviewer, dan pemimpin PTKI di seluruh Indonesia.
“Ini adalah momentum penting yang menunjukkan bahwa PTKI siap menjadi pemain kunci dalam lanskap ilmu keislaman global. Kami akan terus mendorong kolaborasi internasional, peningkatan kualitas publikasi, dan penguatan jejaring akademik lintas negara,” ujarnya.
Sahiron juga menegaskan bahwa Direktorat PTKI akan memperluas program pembinaan jurnal, pelatihan penulisan artikel bereputasi, serta dukungan terhadap jurnal-jurnal yang sedang dalam proses akreditasi dan indeksasi internasional.
Tak dapat disangkal, jurnal ilmiah kini menjadi wajah diplomasi akademik Indonesia dalam memperkenalkan Islam yang ramah, solutif, dan kontekstual. Melalui narasi keilmuan yang kuat dan kredibel, PTKI tidak hanya mencetak sarjana, tetapi juga memproduksi pengetahuan yang mampu menjembatani pemahaman lintas budaya dan agama.
*Bangkitnya Diplomasi Akademik Islam Indonesia*
Bagi sebagian orang, capaian ini mungkin terasa janggal. Tapi jika dilihat dari ekosistem ilmiah yang terus dibangun oleh Kementerian Agama melalui Ditjen Pendidikan Islam dalam satu dekade terakhir—mulai dari internasionalisasi jurnal, penguatan tata kelola open access, hingga peningkatan kapasitas penulis dan reviewer—hasil ini adalah buah dari kerja panjang.
“Inilah wajah baru Islam Indonesia. Kita tidak lagi sekadar konsumen ilmu pengetahuan, tapi juga kontributor penting dalam wacana hukum Islam dan humanisme global,” tutup Yazid.
Dengan capaian ini, jurnal-jurnal PTKI tak hanya menjadi referensi ilmiah, tetapi juga alat diplomasi akademik yang memperkenalkan nilai-nilai Islam rahmatan lil ‘alamin ke panggung dunia. (np/ian).