Banyuwangi (Kabarpas.com) – Para pelaku industri batik di Kabupaten Banyuwangi mulai intensif menggunakan pewarna alam. Bahan-bahan yang digunakan adalah beragam tanaman yang ada di sekitar rumah perajin, seperti daun krangkong (sejenis kangkung), daun lamtoro, daun mangga, jati, jengkol, kulit kopi, daun ketepeng, putri malu dan kumis kucing.
Untuk semakin memperkaya penggunaan pewarna alam dan memperbanyak kreasi motif, desainer nasional Merdi Sihombing dilibatkan dalam melatih para perajin batik di Banyuwangi, yang mayoritas adalah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan, pelatihan yang memadukan antara desainer nasional dan para perajin lokal dilakukan secara berkala dalam rangkaian menuju Banyuwangi Batik Festival (BBF) dan Swarna Fest yang digelar pada 9 Oktober mendatang.
BBF adalah agenda tahunan Banyuwangi untuk mendorong geliat industri batik. Adapun Swarna Fest adalah ajang unjuk kreasi industri tekstil berpewarna alam yang digagas oleh Kementerian Perindustrian.
”Kami terus mendorong kinerja para perajin batik. Dampak ekonominya langsung ke UMKM dan perajin. Misalnya, makin banyak wisatawan yang bawa pulang oleh-oleh batik,” ujar Bupati Anas kepada Kabarpas.com, saat mengunjungi pelatihan batik berpewarna alam di Sanggar Batik Sekar Bakung, Rabu (24/08/2016).
Dia mengatakan, dengan batik pewarna alam, para perajin bisa lebih untung karena harganya relatif bisa lebih tinggi lantaran cukup diminati oleh segmen konsumen tertentu.
”Dengan konten pemasaran bahwa batik ini memakai pewarna alam, harganya bisa lebih bagus. Ada pasar khusus yang berminat dengan produk seperti ini, sekaligus ini juga memotong mata rantai distribusi kain, pewarna kimia dan pewarna alam yang sebelumnya mereka beli dari daerah lain,” katanya.
Sementara itu, seorang perajin batik Banyuwangi dari Sanggar Sekar Bakung, Sri Sukartini Gatot, mengatakan, pihaknya sangat antusias memakai pewarna alam. Setelah dilatih intensif, dia dan rekan-rekan sesama perajin mengetahui lebih banyak tentang pewarna alam.
”Saya sebelumnya sudah biasa memproduksi batik dengan pewarna alam. Hanya saja selama ini yang saya pakai bahannya masih terbatas, sehingga warna yang dihasilkan kurang beragam. Setelah diajari Bang Merdi, saya jadi tahu ternyata warna alam pun sangat banyak. Bahkan bisa didapatkan dari daun-daun yang jatuh di sekitar kita,” ujar Sri Sukartini.
Sri sendiri adalah pensiun dari pekerjaan tiga tahun lalu. Setelah mengikuti pelatihan Pemkab Banyuwangi, kini dalam sebulan dia bisa menjual hingga lima batik tulis dengan harga berkisar Rp1-2 juta.
”Saya semakin bersemangat. Bila selama ini saya hanya tahunya pewarna alam dari kulit manggis, daun mangga, mahoni, dan jelawe, dari pelatihan ini pengetahuan saya tentang tanaman untuk pewarna lebih kaya. Saya bisa memanfaatkan putri malu, krangkong sejenis kangkung, daun ketapang dan daun jati yang jatuh. Dan ini sangat menguntungkan, karena bahannya ada di sekitar rumah saya,” pungkasnya. (dik/gus).