Surabaya, Kabarpas.com – Wakil Kepala Badan Penyelenggara (BP) Haji RI Dr Dahnial Anzar Simanjuntak SE ME meminta masukan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur terkait fatwa soal pelaksanaan dam di Tanah Air dan masukan terkait Revisi UU Haji Nomor 8 Tahun 2019.
Hal itu disampaikannya kepada Ketua Tanfidziyah PWNU Jatim KH Abdul Hakim Mahfudz dan Wakil Rais Syuriah PWNU Jatim KH Abdul Matin Djawahir serta jajaran PWNU Jatim lainnya dalam kunjungan ke Kantor PWNU Jatim di Surabaya.
“Kami minta fatwa NU agar dam bisa dipotong di dalam negeri. Kami sudah menyampaikan kepada Pemerintah Arab Saudi dan mereka mendorong hal itu agar haji punya dampak ekonomi melalui dam,” katanya yang pada hari yang sama juga melakukan kunjungan ke PW Muhammadiyah Jatim.
Selain soal dam, pihaknya juga ingin mendengar saran PWNU Jatim terkait revisi UU Haji Nomor 8/2019 agar urusan haji tidak hanya berdampak secara ritual, namun juga peradaban atau kebangsaan, terutama ukhuwah dan nasionalisme.
“Jadi, makna mabrur itu bukan hanya ritual, tapi ada kesalehan sosial dan makna untuk peradaban kebangsaan, sehingga haji akan memiliki makna tri-sukses yakni sukses ritual, sukses ekonomi dalam penyembelihan/dam atau makanan/kampung haji, dan sukses pasca-haji yang bersifat sikap sosial atau peradaban kebangsaan,” katanya.
Menurut dia, Presiden Prabowo ingin penyelenggaraan haji itu “satu pintu” melalui BP Haji, baik bidang katering, kesehatan, maupun bidang lain.
“Pemerintah Arab Saudi juga memberi apresiasi ada badan khusus untuk mengurusi haji, mereka bilang bagus,” katanya.
Menanggapi harapan BP Haji itu, Ketua Tanfidziyah PWNU Jatim KH Abdul Hakim Mahfudz menegaskan bahwa ibadah haji memang harus membawa perubahan sikap, terutama sikap sebagai bangsa dengan meningkatkan kebersamaan, ukhuwah, dan persatuan.
“Dulu, KH Hasyim Asy’ari dan KH Ahmad Dahlan itu membangun nasionalisme melalui organisasi juga sepulang haji, jadi kedua pemimpin kita itu mengajarkan pentingnya haji bisa membangkitkan semangat ukhuwah, semangat nasionalisme,” katanya.
Terkait dampak ekonomis dari haji, pengasuh Pesantren Tebuireng, Jombang menilai hal itu sangat mungkin, karena jamaah haji dari Indonesia berjumlah paling besar, bahkan pada tahun 1980-an pernah mencapai 50 persen lebih dari jamaah haji di dunia.
“Jadi, haji itu tidak sekadar ritual, tapi kualitas ibadah pasca-haji yang meningkat dalam bentuk Ukhuwah Islamiyah/keagamaan, Ukhuwah Wathoniyah/kebangsaan, dan Ukhuwah basyariyah/kemanusiaan, jadi sesama bangsa dan makhluk Tuhan itu nggak musuhan,” pungkasnya. (ajo/ian).