Probolinggo, Kabarpas.com – Ribuan umat Muslim memadati kawasan Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong Kecamatan Pajarakan Kabupaten Probolinggo, Kamis (10/4/2025). Kehadiran mereka tidak lain untuk mengikuti haul ke-72 Almarhum Al Arif Billah KH Moh. Hasan bin Syamsudin bin Qoiduddin atau yang dikenal Kiai Hasan Sepuh.
Pondok pesantren yang berdiri sejak tahun 1839 ini menjadi saksi semangat kebersamaan dan kecintaan umat terhadap sosok KH Moh. Hasan yang dikenal sebagai ulama kharismatik, ahli ilmu serta pemilik banyak karomah.
Sejak pagi hari, jamaah sudah memadati area Masjid Jami’ Al Barokah dan halaman utama pondok. Jalan raya Pajarakan-Krucil pun tampak tertutup oleh arus peziarah yang datang dari berbagai penjuru.
Tradisi haul bukan sekedar peringatan kematian, tetapi momentum memperkuat ikatan rohani antara murid dan guru, umat dan ulama. Dalam haul KH Hasan Genggong, suasana religius terasa kental dengan pembacaan sholawat, tahlil dan khataman Al-Qur’an.
Tahun ini, kegiatan haul juga diramaikan oleh program “Ngaji untuk Sang Kiai” yang berhasil mencatat khataman Al-Qur’an sebanyak 201 kali, pembacaan Sholawat Nabi Muhammad SAW sebanyak 5.472.213 kali dan pembacaan Surat Al-Ikhlas sebanyak 1.919.466 kali.
Kegiatan ini dihadiri oleh Bupati Probolinggo Gus dr. Mohammad Haris bersama jajaran Forkopimda, keluarga besar Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong serta para ulama dan habaib dari berbagai wilayah. Penceramah utama yang mengisi tausiyah adalah KH Ahmad Said Asrori selaku Khatib Aam PBNU yang menyampaikan pesan-pesan hikmah dan keteladanan dari sosok KH. Moh. Hasan.
Dalam sambutannya, Bupati Probolinggo Gus dr. Mohammad Haris menekankan pentingnya meneladani akhlak dan perjuangan KH. Moh. Hasan dalam membina umat. “Beliau bukan hanya guru, tapi juga pewaris risalah Nabi Muhammad SAW,” ungkapnya.
Bupati Haris menjelaskan, KH. Moh. Hasan bin Syamsudin bin Qoiduddin bukan sekedar tokoh lokal, melainkan ulama besar yang sinarnya menembus batas zaman dan ruang. Lahir pada tanggal 27 Rajab 1259 H bertepatan dengan 23 Agustus 1843 di Desa Sentong Kecamatan Krejengan.
“Beliau tumbuh dalam suasana penuh spiritualitas. Dikenal sebagai pribadi yang memiliki akhlak sempurna, tawadhu dan daya ingat luar biasa, KH. Moh. Hasan sejak muda sudah menunjukkan tanda-tanda kewalian,” jelasnya.
Lebih lanjut Bupati Haris menegaskan, KH. Moh. Hasan menuntut ilmu dari para ulama besar di Pasuruan, Bangkalan hingga Mekkah al-Mukarramah. Sepulang dari Mekkah, KH. Moh. Hasan menikah dengan Nyai Rowaidah, putri dari KH Zainal Abidin, pendiri utama Pesantren Genggong.
“Di bawah bimbingan beliau, pesantren berkembang pesat menjadi pusat dakwah, pendidikan dan spiritualitas,” terangnya.
Bupati Haris menerangkan banyak kisah karomah KH. Moh. Hasan yang dikenal luas di kalangan masyarakat. Salah satunya tentang seorang nelayan yang ditolong dari tengah laut oleh sosok misterius yang kemudian diketahui sebagai KH Moh. Hasan.
“Kisah ini menjadi salah satu dari banyak cerita nyata yang menunjukkan kedekatan beliau dengan Allah SWT. Namun, KH. Moh. Hasan selalu menekankan bahwa inti dari semua karomah adalah keteguhan akhlak dan ketaatan terhadap ajaran Nabi Muhammad SAW,” tegasnya.
Menurut Bupati Haris, KH. Moh. Hasan memiliki hubungan erat dengan Nahdlatul Ulama (NU). KH. Moh. Hasan pernah mendapat perintah langsung dari Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy’ari untuk menjadi Syuriah NU pertama di Kraksaan. Kecintaannya kepada NU diwujudkan secara nyata, bahkan hingga membangun struktur organisasi di tingkat pesantren.
“Beliau tidak hanya membentuk NU secara fisik, tapi juga secara rohani, menjadikannya sebagai gerakan yang penuh kasih sayang, kebersamaan dan keteguhan dalam prinsip Ahlussunnah wal Jama’ah,” ujarnya.
KH. Moh. Hasan dikenal dengan gaya hidup yang sangat sederhana. Tidak pernah mengambil daun dari pohon tanpa izin, tidak pernah menyakiti siapapun dan selalu berusaha menebarkan kasih sayang kepada seluruh makhluk.
“Salah satu kebiasaan beliau yang menjadi pelajaran berharga adalah pentingnya menjaga kesehatan dengan bangun pagi, tidur cukup dan menghindari begadang. Beliau juga sangat menekankan pentingnya dzikir pagi dan sore sebagai bentuk koneksi rohani yang menjaga stabilitas jiwa dan raga,” lanjutnya.
Bupati Haris menerangkan KH. Moh. Hasan wafat pada malam 11 Syawal 1374 H atau 1 Juni 1955 dalam usia 112 tahun dalam hitungan Masehi. Wafatnya membawa duka mendalam. Ribuan orang dari berbagai wilayah datang untuk mengiringi kepergian beliau ke tempat peristirahatan terakhir. Tangisan dan keharuan mewarnai suasana saat jenazah disemayamkan.
“Salah satu kisah menyentuh datang dari KH. Moh. Hasan Saifouridzal, putra beliau yang ketika itu masih muda dan merasa sangat berat menerima amanah besar melanjutkan perjuangan pesantren. Tangis dan pelukannya kepada sang ayah menjadi simbol ikatan batin yang dalam antara guru dan murid, ayah dan anak, ulama dan umat,” tambahnya.
Tidak lupa Bupati Haris menambahkan bahwa Haul KH. Moh. Hasan bukan hanya ajang mengenang masa lalu, tapi momentum untuk menyambung sanad rohani.
“Di tengah tantangan zaman, pesan-pesannya tetap relevan seperti hidup dalam ilmu, bersandar pada iman dan berkhidmat kepada umat,” ungkapnya.
Bupati Haris melanjutkan membangun Kabupaten Probolinggo dan umat secara luas tidak bisa dilakukan sendiri, melainkan dengan semangat kebersamaan.
“Meneladani KH. Moh. Hasan berarti menanamkan nilai kasih sayang, ilmu dan kesungguhan dalam menjalani kehidupan,” pungkasnya. (len/ian).