Oleh: Barotun Mabaroh, M.Pd*
KABARPAS.COM – DEMOKRASI merupakan satu pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua orang (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2016). Demokrasi sangat penting untuk diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari agar setiap orang memiliki kebebasan yang setara dan seimbang untuk berekspresi dan mengemukakan pendapatnya. Segala aspek dalam kehidupan termasuk pada bidang pendidikan yang dijalani dengan menerapkan prinsip-prinsip demokrasi akan menciptakan pembaruan kehidupan sosial. Beberapa prinsip demokrasi yang penting untuk difokuskan pada dunia pendidikan di antaranya yaitu kebebasan mengeluarkan pendapat, persamaan kedudukan dan kerja sama, serta apresiasi atas hak asasi manusia (Try et al., 2021).
Demokrasi menyuburkan pembaruan kehidupan yang merupakan citra dari hidup dinamis sesuai tuntutan jaman. Seiring dengan ini, guru adalah kunci yang memegang kendali bagaimana tunas bangsa akan dapat hidup, tumbuh, dan berkembang secara demokratis dengan kecakapannya dalam menyesuaikan dinamika tanpa batas (Sopian et al., 2016). Sebelum seorang guru membangun jiwa demokratis pada setiap muridnya, maka sebelumnya guru wajib menginternalisasi nilai-nilai yang terkait. Guru harus meyakini bahwa demokrasi akan meneguhkan rasa percaya diri, mengokohkan rasa tanggungjawab, menguatkan pentingnya kerjasama antar sesama, dan membuka pemikiran yang toleran dan inklusif (Landman, 2007).
Sungguh, guru di semua kalangan memegang kendali atas kelestarian demokrasi dengan beragam teknik dan strategi. Pengalaman yang diperoleh penulis dari sang kiai dapat menjadi referensi di mana perbedaan tingkat kemampuan kognisi yang jauh tidak menjadi block untuk meneladankan demokrasi. Saat itu, sebagai santri yang masih tergolong awam, penulis telah mempersiapkan banyak pertanyaan sebelum pembelajaran di pesantren dimulai. Akan tetapi, penulis tidak dapat menyampaikan semua pertanyaannya karena keterbatasan waktu. Akhirnya, penulis mencoba untuk sowan sendiri kepada sang kiai untuk memecahkan problematika tafsir dan fiqih yang ia temukan.
Penulis berharap bahwa sang kiai akan memberinya jawaban pasti dan instruktif terkait masalah tafsir dan fiqhiyahnya. Akan tetapi, respon mengejutkan diberikan oleh sang kiai. Beliau nampak sibuk mencari beberapa kitab referensi dan kembali ke hadapan penulis dengan membopong empat buah kitab besar. Sang kiai berkata, “Bawalah kitab-kitab ini bersamamu. Pelajarilah dalam masa satu minggu, lalu kembalilah kamu ke sini.” Penulis mengiyakan perintah sang kiai dan memperdalam beberapa bab yang terkait dengan permasalahan yang butuh untuk diulas selama lima hari. Di hari ke enam, penulis mencatat beberapa hal yang masih membingungkan dan kembali menghadap tepat di hari ke tujuh.
Lagi-lagi, penulis dibuat takjub dengan model pembelajaran demokratis yang ditunjukkan oleh sang kiai. Sang kiai meminta penulis untuk mengutarakan pendapat dengan alasan yang rasional. Setelah penulis menyampaikan seluruh pendapatnya terhadap permasalahan tafsir dan fiqih yang dihadapi, sang kiai kemudian memberikan beberapa komentar yang ternyata disadari sebagai inkomprehensifitas. Analogi-analogi sang kiai sungguh sangat ilmiah sehingga penulis tidak hanya mendapatkan jawaban berdasarkan pernyataan para ahli tafsir dan fiqih tetapi juga memeroleh pola analisis yang sistematis dan obyektif. Meski demikian, sang kiai bertanya kembali kepada penulis jika memiliki kerangka berpikir yang berbeda. Sungguh, sejak peristiwa ini dan pengalaman lain selanjutnya membuat penulis memiliki gambaran yang utuh tentang bagaimana caranya menularkan sikap demokratis kepada murid kita.
Memiliki kesempatan untuk duduk setara dalam diskusi bersama guru yang kealiman dan keilmuannya jauh di atas kita, memberikan kesan kepada murid bahwa kita dihargai dan didengarkan pendapatnya. Sikap ini tentu akan meningkatkan rasa percaya diri murid (Klussman dkk, 2022). Percaya diri merupakan kemampuan kita dalam mengafirmasi diri untuk mencapai dan menguasai sesuatu dengan mengembangkan penilaian positif baik untuk diri sendiri ataupun lingkungan sekitar. Dengan percaya diri murid akan menyadari hak dan kemampuannya dalam menyampaikan pandangan terhadap sesuatu lalu mendapatkan feedback yang tepat sesuai keahlian gurunya (Lone, 2021). Sebaliknya tanpa percaya diri, suasana pembelajaran di kelas akan monoton dan informasi bersifat searah dari guru saja tanpa ada kaitan dengan pengalaman yang dirasakan oleh murid. Selain dapat menjadikan pembelajaran lebih hidup, rasa percaya diri juga dapat membuat murid kita mampu mengendalikan berbagai hal dengan lebih yakin nan menyenangkan. Dengan kata lain, mereka telah mampu menempa diri sendiri untuk memiliki mental yang kuat (Markway & Ampel, 2018).
Selanjutnya, dengan diberikan kesempatan untuk mengeksplorasi informasi secara mandiri maka pendidikan yang demokratis sebagaimana dalam cerita penulis juga akan membiasakan murid dengan rasa tanggung jawab. Menurut beberapa ahli, ada banyak manfaat dari bersikap tanggung jawab tetapi bagi penulis setidaknya ada enam manfaat yang dipengaruhi oleh pembelajaran demokratis (Senft, 2021). Pertama, tanggung jawab dapat membangun interaksi yang tidak mudah menyalahkan orang lain sehingga lebih menghargai terhadap orang lain. Kedua, tanggung jawab menuntut kita sebagai guru ataupun murid untuk tidak mudah mengeluh atas proses yang tidak instan. Ketiga, tanggung jawab menjadikan seorang guru ataup murid lebih memiliki ketelitian atas sesuatu. Keempat, tanggung jawab akan membiasakan sikap konsisten. Kelima, segala upaya yang dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab akan lebih dipercaya. Dengan status pribadi yang lebih dapat dipercaya inilah maka manfaat keenam dari tanggung jawab yang dibangun melalui pembelajaran demokratis yaitu akan mendukung kesuksesan.
Tentu, pembelajaran demokratis sebagaimana yang telah digambarkan menuntut murid harus bertanggungjawab dengan belajar secara konstruktif. Murid bertanggungjawab untuk memenuhi kebutuhannya terhadap informasi serta cross review kesimpulan dan pendapatnya agar lebih valid dan reliabel. Hal ini berarti seorang murid harus siap dan mampu membangun kompetensi, pengetahuan, atau keterampilan secara mandiri tetapi tetap difasilitasi oleh pendidik (Olusegun, 2015). Di sisi lain, guru harus peka dalam menyediakan pengalaman belajar dengan mengaitkan pengetahuan yang telah dimiliki oleh murid sehingga proses belajar mereka berkesan dan berdampak (Johnson, 2017).
Secuil cerita dari penulis di atas juga menunjukkan bahwa sikap guru yang demokratis akan dapat menguatkan pentingnya kerjasama antar sesama. Guru dan murid secara resiprokal memiliki peranan yang sangat penting, karena berhasil atau gagalnya tujuan pembelajaran akan ditentukan secara prioritas adalah oleh keduanya (Ventista & Brown, 2023). Jika guru dan murid mampu bekerja sama serta menjalankan perannya dengan baik maka akan tercipta rasa saling memahami satu sama lain sehingga kedua pihak mencapai tujuan pembelajaran yang terukur dan obyektif. Tanpa kerja sama, chemistry tidak akan dapat tumbuh selama proses pembelajaran. Kedua pihak juga akan merasakan tidak terikat satu sama lain kecuali sebatas formalitas saja. Kondisi ini akan mengakibatkan tirani yang dirasakan oleh murid dan mendorong perlawanan serta pembangkangan. Oleh karena itu, guru dan murid seyogyanya bekerjasama dalam memberikan atau berbagi sumber informasi yang terpercaya seperti kitab, buku referensi, artikel jurnal, dan sebagainya. Guru dan murid juga dapat bekerjasama dalam konsolidasi terhadap pemahaman yang mungkin sama ataupun berbeda sehingga selalu ada pembaruan/ dinamika yang berkembang dengan proses yang teruji, jelas, dan konsisten. Guru dan murid harus menyadari pentingnya kerjasama untuk membuat suasana pembelajaran menjadi akrab dan kondusif.
Penjabaran tentang pentingnya seorang guru memberikan teladan serta menanamkan nilai demokrasi akhirnya akan membuka pemikiran yang toleran dan inklusif pada diri murid-muridnya. Sebagaimana kita ketahui, di era globalisasi saat ini minimnya toleransi dan inklusifitas mengakibatkan empati yang buruk pada setiap pribadi sehingga dunia modern yang seharusnya mendorong inovasi menjadi tantangan yang amat “alot”. Empati yang buruk juga seolah membenarkan bahwa orang lain tidak akan pernah mengalami masalah dan kesulitan sehingga kadang menjebak kita untuk bersikap seenaknya. Dengan demikian, guru sangat perlu untuk mendidik murid dengan demokrasi yang secara tidak langsung juga menggembleng mereka terhadap toleransi dan inklusifitas sehingga terbangunlah empati yang lebih baik untuk bisa menciptakan rasa memiliki satu sama lain, membuat kita merasa didukung dan lebih kuat, lebih mudah beradaptasi, dan lebih siap untuk menghadapi (Lähdesmäki et al., 2022).
Daftar Rujukan
Johnson, D. (2017). The Role of Teachers in Motivating Students To Learn. BU Journal of Graduate Studies in Education, 9(1). https://doi.org/10.1080/07303084
Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2016). demokrasi. Badan Pengembangan Dan Pembinaan Bahasa.
Klussman, K., Curtin, N., Langer, J., & Nichols, A. L. (2022). The Importance of Awareness, Acceptance, and Alignment With the Self: A Framework for Understanding Self-Connection. Europe’s Journal of Psychology, 18(1), 120–131. https://doi.org/10.5964/ejop.3707
Lähdesmäki, T., Baranova, J., Ylönen, S. C., Koistinen, A.-K., Mäkinen, K., Juškiene, V., & Zaleskiene, I. (2022). Tolerance, Empathy, and Inclusion. In Learning Cultural Literacy through Creative Practices in Schools (pp. 45–61). Springer International Publishing. https://doi.org/10.1007/978-3-030-89236-4_4
Landman, T. (2007). Developing Democracy: Concepts, Measures, and Empirical Relationships.
Lone, R. A. (2021). Self-confidence among Students and its Impact on their Academic Performance: A Systematic Review. www.ijcrt.org
Markway, B., & Ampel, C. (2018). The Self Confidence Workbook (Vol. 1). Althea Press,.
Olusegun, S. (2015). Constructivism Learning Theory: A Paradigm for Teaching and Learning. IOSR Journal of Research & Method in Education (IOSR-JRME), 5(6), 66–70. https://doi.org/10.9790/7388-05616670
Senft, S. (2021). Sense of Responsibility.
Sopian, A., Fungsi Guru, D., & Sopian Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Raudhatul Ulum, A. (2016). Tugas, Peran dan Fungsi Guru dalam Pendidikan. Jurnal Tarbiyah Islamiyah , 1(1).
Try, D., Hutabarat, H., Sinta, N., Dwiva, N. A., Raihandi, M. A., Ardiansyah, A., Febrian, S., & Akbar, G. (2021). MEMAHAMI MAKNA DEMOKRASI DALAM PENDIDIKAN DEMOKRASI. Review of Multidisciplinary Education, Culture and Pedagogy (ROMEO), 1(2). https://ojs.transpublika.com/index.php/ROMEO/
Ventista, O. M., & Brown, C. (2023). Teachers’ professional learning and its impact on students’ learning outcomes: Findings from a systematic review. In Social Sciences and Humanities Open (Vol. 8, Issue 1). Elsevier Ltd. https://doi.org/10.1016/j.ssaho.2023.100565
________________________________________
*Penulis adalah pegiat edukasi dan literasi yang mengabdikan diri di Universitas PGRI Wiranegara, Pasuruan. Penulis berpegang pada motto “Bermanfaatlah saat ini bukan nanti karena nanti mungkin tidak dapat dilalui”. Penulis sangat terbuka dengan diskusi keilmuan yang terkait dengan Pendidikan, Bahasa Inggris, serta ke-Alquranan. Korespondensi dengan penulis dapat dilakukan melalui email: barotunmabaroh@gmail.com atau @barotun_mabaroh. (***/ian).