Jombang (Kabarpas.com) – Sidang pleno dengan agenda pembahasan tata tertib (tatib) Muktamar NU ke-33. Yang sebelumnya sempat molor beberapa kali, lantaran adanya pro dan kontra terkait mekanisme pemilihan Rais Aam akhirnya tuntas. Bahkan, pada bab VII pasal 19 yang berisi mengenai metode pemilihan dengan sistem Ahwa terpaksa dihilangkan, lantaran hal inilah yang menyebabkan sidang pleno ‘deadlock’.
“Barusan kami melakukan pertemuan dengan sejumlah Kiyai sepuh. Dalam pertemuan itu, menghasikan beberapa hal. Diantaranya yaitu untuk dihilangkannya pasal 19 dalam tatib muktamar, dan dikembalikan ke AD/ART,” kata Plt Rais Aam PBNU, KH Mustofa Bisri dihadapan ribuan muktamirin yang hadir di dalam arena sidang. Senin, (03/08/2015).
Pria yang akrab disapa Gus Mus ini menjelaskan, Apabila ada pasal yang belum disepakati dalam muktamar. Yakni, tentang Rais Aam dan tidak bisa musyawarah mufakat. Maka akan dilakukan pemungutan suara oleh seluruh Rais Syuriah yang hadir dalam Muktamar ini.
Pada kesempatan itu, Gus Mus juga menyampaikan keprihatinannya atas terjadinya kegaduhan dalam arena sidang pleno pada Minggu (02/08/2015) tadi semalam.
“Saya merasa gagal mewakili Almarhum Kiai Sahal menjadi Rais Aam,” kata Gus Mus dengan nada lirih dan terbata-bata serta meneteskan air mata di hadapan para muktamirin.
Sementara itu, Slamet Effendy Yusuf yang bertugas sebagai pimpinan sidang menawarkan kepada para muktamirin terkait dihilangkannya pasal 19 tersebut. Dan seketika penawaran Slamet ini langsung dijawab dengan sepakat oleh para peserta muktamar.
Untuk diketahui, pasal 19 dalam Tatib Muktamar ini memang begitu menyedot perhatian muktamirin yang hadir dari berbagai pelosok hingga perkotaan di seluruh Nusantara. Pasalnya, pada pasal tersebut membahas mengenai Ahlul Halli wal ‘Aqdi (Ahwa) yang merupakan sebagai salah satu metode pemilihan Rois Aam PBNU. (abu/sym).