Reporter : Dena Setya
Editor : Memey Mega
Malang, Kabarpas.com – Pembantu Rektor II Universitas Islam Malang (Unisma) Noor Shodiq Askandar menceritakan Malang dulu tidak hanya menjadi barometer musik rock, tetapi memiliki legenda yang membuat banyak orang ingin mengunjunginya.
“Saya waktu kecil kagum dengan Kota Malang sampe SMP saya memilih sekolah di Malang. Kalau bicara wisata, di tahun ’80 dan ’90an Malang selalu disebut karena banyaknya legenda dari Malang yang membuat orang penasaran, tapi makin tahun malah berkurang tersaingi oleh kota lainnya,” katanya dalam diskusi reboan grup Malang Peduli Demokrasi, Rabu (6/12).
Dia juga mengatakan sampai saat ini, Kota Malang masih belum menemukan jati dirinya dalam hal wisata, “Malang ini mau di bikin wisata yang kaya gimana? Misal kalo wisata pendidikan ya monggo pendidikan dikelola kemudian dibikin sedemikian rupa sehingga berpotensi wisata. Jadi Kota Malang ini belum punya jati diri dalam hal wisatanya,” imbuhnya.
Sementara itu, Budi Fathoni, Dosen Tata Kota ITN Malang juga menjelaskan tata kota di Malang yang dikonsep oleh Ir. Herman Thomas Karsten, arsitek pada masa penjajahan Belanda sangat memperhatikan detail dan aspek kenyamanan bagi wisatawan dan warga Kota Malang sendiri. Sehingga dengan bangunan-bangun peninggalan Belanda serta siteplan sangat memungkinkan memiliki potensi wisata.
“Saya sepakat dengan Bung Edy kalo dipetakan bahwa Kota Malang itu jantungnya Malang Raya dan Malang Raya jantungnya Jawa Timur. Ada empat pintu yan kita temukan. Artinya kalau menurut teori tata ruang home basenya ya di Kota Malang, mikronya di Malang Raya dan makronya Jatim. Itukan sudah menunjukan Kota Malang memiliki peran dalam membangun dan mengembangkan wisata yang ada di Malang Raya,” jelasnya.
Untuk membangun potensi yang sudah ada di Kota Malang sendiri, Budi Fathoni yang juga menjabat sebagai Tim Ahli Cagar Budaya mengajak Pemerintah Kota untuk bersinergi dengan perguruan tinggi serta masyarakat untuk menggali potensi wisata yang ada. (Den/Mey)