Jember, Kabarpas.com – Wacana penggabungan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) dengan Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan Kabupaten Jember menuai penolakan dari berbagai pihak. Kebijakan ini dinilai berpotensi melemahkan fokus perlindungan perempuan dan anak, serta menghambat pencapaian Jember sebagai Kabupaten Layak Anak (KLA) dan wilayah bebas kekerasan.
Penolakan tersebut salah satunya disuarakan oleh Pengurus Cabang Korps PMII Putri (PC KOPRI) Jember. Ketua PC KOPRI Jember, Isna Asaroh, menegaskan bahwa penggabungan dinas tersebut bukanlah solusi yang tepat, melainkan langkah mundur dalam upaya mewujudkan lingkungan yang aman dan inklusif bagi perempuan serta anak di Jember.
“DP3AKB memiliki peran strategis dalam perlindungan, pemberdayaan, serta pemenuhan hak perempuan dan anak. Pendekatan yang digunakan tidak bisa disamakan dengan layanan sosial pada umumnya. Penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak membutuhkan strategi yang lebih komprehensif, mencakup aspek hukum, psikologis, kesehatan, hingga pemberdayaan ekonomi bagi para penyintas,” jelas Isna.
Menurutnya, jika penggabungan ini dilakukan, ada kekhawatiran bahwa fokus terhadap isu perempuan dan anak akan semakin terpinggirkan. Beban kerja dinas yang semakin luas tanpa disertai penyesuaian anggaran dan sumber daya manusia yang memadai juga berpotensi menurunkan efektivitas program perlindungan.
Lebih lanjut, Isna menyoroti bahwa Jember memiliki target besar sebagai Kabupaten Layak Anak dan wilayah yang aman dari kekerasan terhadap perempuan dan anak. Untuk mencapai hal tersebut, diperlukan kebijakan yang berkelanjutan dan sinergi kuat antarstakeholder. Namun, penggabungan DP3AKB dengan Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan justru berisiko melemahkan koordinasi, yang berdampak pada layanan perlindungan yang kurang optimal.
“Isu perlindungan perempuan dan anak bukan hanya soal bantuan sosial, tapi juga hak, keadilan, serta pembangunan sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Jika DP3AKB digabung dengan Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan, berbagai program strategis yang dirancang khusus untuk pemberdayaan perempuan dan anak dikhawatirkan akan terpinggirkan karena harus berbagi perhatian dengan isu sosial lainnya,” tambahnya.
Tuntutan PC KOPRI Jember
Menanggapi wacana tersebut, PC KOPRI Jember menyatakan sikap tegas dengan mengajukan beberapa tuntutan kepada pemerintah daerah:
1. Menolak penggabungan DP3AKB dengan Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan, karena berpotensi melemahkan fokus perlindungan perempuan dan anak serta menghambat pencapaian Jember sebagai Kabupaten Layak Anak dan wilayah bebas kekerasan.
2. Meningkatkan layanan perlindungan perempuan dan anak, serta memastikan kebijakan yang berpihak pada perlindungan perempuan dan anak, bukan kebijakan yang justru memperlemah layanan yang sudah ada.
3. Meminta adanya keterlibatan masyarakat sipil dan aktivis perlindungan perempuan dan anak dalam setiap proses pengambilan keputusan terkait kebijakan yang berdampak langsung pada kesejahteraan mereka.
Dengan adanya tuntutan ini, PC KOPRI Jember berharap pemerintah daerah mempertimbangkan ulang kebijakan tersebut dan lebih fokus dalam memperkuat DP3AKB sebagai dinas yang mandiri.
“Jangan biarkan kebijakan ini menghambat perjuangan kita dalam menciptakan Jember yang aman dan ramah bagi perempuan serta anak. Kami akan terus bersuara dan memastikan bahwa perlindungan mereka tetap menjadi prioritas utama,” tutup Isna. (kzy/ian).