Oleh : Abdur Rozaq
(KABARPAS.COM) – SEPERTI biasa, karena umat sudah makin kurang tertarik sama pengajian, Gus Hasyim terpaksa harus mengadakan “siaran ulang” di warung Cak Suep. Warung Cak Suep sebenarnya hanya beberapa meter dari musolla, tapi umat Kanjeng Nabi jaman sekarang kan memang kurang tertarik dengan hal-hal terlalu fanatik seperti itu? Gus Hasyim sebenarnya sudah lama berhayal agar pengajian bisa semenarik orkes dangdut. Orang uyel-uyelan datang ke pengajian, tapi ya mustahil rasanya. Dan Cak Kape sudah hapal dengan itu. Makanya, setiap kali Gus Hasyim merapat ke warung Cak Suep, Cak Kape juga ikut merapat biar bisa nguping. Kali ini Cak Kape ingin tahu seluk beluk Rebo Wekasan.
“Apa sih rahasia Rebo Wekasan itu, gus?” pancing Cak Kape.
“Sebenarnya ya sama saja dengan hari Rabu di bulan lainnya, cak,” kata Gus Hasyim.
“Lha kok sampai ada ijazah atau amalan khusus buat menangkal balak, gus? Itu di media sosial orang ramai posting saol Rebo Wekasan. Bahkan sampai ada yang posting rajah buat direndam dan diminum segala?”
“Ya memang ada sedikit rahasia, tapi jangan sampai membuat kita paranoid, apalagi sampai meyakini yang bukan-bukan.” Ujar Gus Hasyim seraya menyalakan rokok Dji Sam Soe refill.
“Memang, kata ulama’ kuno, bulan Shofar ini adalah bulan turunnya balak atau bencana. Dan pada hari Rebo Pungkasan atau hari Rabu terahir di bulan Shofar ini, Gusti Allah menurunkan 3200 balak. Yang paling ringan tertusuk duri, paling berat meninggal dunia,”
“Wah, berarti gawat, ya gus?” timpal Mas Sugeng heran.
“Ya ndak juga. Setiap penyakit kan ada obatnya? Setiap balak ada penangkalnya, dan setiap masalah ada solusinya,” ujar Gus Hasyim ringan.
“Iya kalau penyakit medis, gus,” Mas Sugeng ndak yakin.
“Ada obatnya, mas.”
“Apa, gus?”
“Shodaqoh!”
“Lho, ya ta?” ujar Mas Sugeng yang tak pernah sekolah madrasah itu.
“Shodaqoh itu bisa menutup pintu tujuh puluh kejelekan. Bahkan ia akan berkelahi dengan takdir di langit. Sebelum takdir diberlakukan, doa atau shodaqoh kita akan gegeran dulu dengan rencana takdir di langit. Kalau shodaqoh atau doa kita menang, takdir kurang baik yang semestinya menimpa kita, bisa dikurangi bobotnya, bisa ditunda, bisa dibuat meleset bahkan bisa juga dibatalkan.”
“Lho, kalau begitu takdir Gusti Allah bisa kalah dengan doa kita? Apa saya ndak salah dengar?”
“Ndak, Mas Sugeng. Wong yang mentakdirkan kita bersedekah atau berdoa juga Gusti Allah, kok. Sedangkan kalau kita sudah ditakdirkan berdoa, Gusti Allah juga akan mentakdirkan doa kita diterima. Gusti Allah itu ‘pemalu’. Pantang Gusti Allah membiarkan kita pulang lembean ndakbawa apa-apa selepas berdoa. Jadi, rencana takdir yang semestinya kita kepleset kulit pisang lalu jatuh dan keseleo, ndak jadi karena kita bersedekah atau berdoa, adalah juga takdirnya Gusti Allah. Gusti Allah ndak mungkin kalah, lah.”
“Ooo, begitu ya?” gumam Cak Kape manggut-manggut.
“Makanya, sebelum kita terkena balak atau cobaan di hari Rebo Wekasan ini, ayo sekarang juga bersedekah.”
“Saya mbayari kopinya Wak Takrip saja,” ujar Mas Sugeng.
“Wkkkk, kok medit alias pelit benar, mas. Balak 3 ribu lebih kok hanya mau ditolak sama uang tiga ribu rupiah, kenemenen, terlalu,” ujar Cak Kape nggojloki Mas Sugeng.
“Sudah, Mas Sugeng, sekarang juga sampeyan keliling kampung mencari para janda dan yatim. Sampeyan kasih sedekah seikhlasnya. Semakin banyak dan ikhlas semakin baik. Semakin aman dari balak Rebo Wekasan.”
“Janda yang tua apa janda yang masih kinyis, gus?” tanya Mas Sugeng sebelum beranjak.
“Janda yang tua-tua saja. Kalau mendahulukan janda-janda muda ada embel-embelnya nanti,” tegas Gus Hasyim.
“Sik talah, tiga ribu balak, apa saja ya kira-kira bentuknya?” tanya Mas Sugeng penasaran.
“Ya mungkin saja termasuk sakit kepala mikir cicilan, istri hanya selfie di media sosial, suami ngebet kepingin wayuh, anak-anak mirip debt collector kalau minta uang, atasan cerewet, listrik sering padam meski tarifnya selalu naik. Dan tidak menutup kemungkinan, termasuk kena tilang, bisnis sepi, regitrasi kartu selular selalu gagal atau parkir kehilangan helm,” ujar Gus Hasyim berkelakar.
“Bisa juga rumah kena tol belum dibayar, saluran irigasi sawah ditimbun jalan tol, naik motor ketemu emak-emak ngeriting kiri belok kanan, kena tipu kabar hoax atau diadu domba media sosial,” sambung Cak Kape menimpali kelakar Gus Hasyim. (***).