Menu

Mode Gelap
Wujudkan Mimpi Pebasket Muda Jatim, MPM Honda Jatim Gelar Honda DBL 2023 East Java Series Dukungan Mas Dion Maju Cabup Pasuruan 2024 Kian Masif

Artikel ยท 21 Feb 2018

Realita Kita Adalah Konstruksi Sosial Yang Kita Percaya


Realita Kita Adalah Konstruksi Sosial Yang Kita Percaya Perbesar

Kabarpas.com – Seorang kawan bercerita betapa di beberapa grup WA yang diikuti, kenalannya banyak membagi konten hoax. Belakangan, katanya, soal maraknya isu kebangkitan PKI. Buktinya apa? Potongan gambar, foto editan, status dan tulisan yang mengharubiru tentang beberapa ‘ulama’ yang katanya dianiaya bahkan sampai dibunuh oleh mereka yang disebut sebagai anggota dan simpatisan partai terlarang tersebut.

Tidak, tidak, jangan khawatir. Saya tidak akan ikut-ikutan riuh berdebat soal benar tidaknya isu tersebut. Ada pihak berwenang menanganinya. Polisi dan pemerintah yang lebih reliable mengklarifikasi.

Alih-alih, saya ingin bicara tentang realita. Tentang betapa realita, khususnya belakangan di tanah air kita, menjadi sesuatu yang debatable. Bukan karena tidak ada realita, namun beragamnya yang dianggap sebagai realita.

Contoh di atas, sekelompok pihak menyebut keberadaan PKI dan kebangkitannya adalah realita. Karenanya mereka riuh menyeru publik untuk cancut tali wanda, bersiap, berjaga-jaga, melawan jika perlu. Di sisi lain, sekelompok lain menyebut PKI bangkit kembali adalah ilusi semata, bahkan delusi mungkin.

Anda bisa tak sepakat dengan saya, namun bisa jadi Anda berada di satu dari kelompok-kelompok ini. Dan jika iya, Anda kemungkinan besar mempercayai narasi yang mereka usung tentangnya.

Bagaimana menjelaskan ragam realita ini?

Well, saya teringat kajian Peter L. Berger dalam bukunya The Social Construction of Reality. Bagaimana realita yang kita pahami dibentuk oleh konstruksi sosial di mana kita berada.

Di mana keberadaan kita dalam sebuah kelompok sosial, menjadikan kita terpapar nilai, konsep dan representasi mental orang-orang lain yang ada di kelompok tersebut. Lewat interaksi dan dalam jangka waktu tertentu, semua itu merasuk dan membentuk apa yang kita pahami sebagai realita.

Intinya, realita dibentuk oleh lingkungan sosial kita. Dan sialnya, kalau kita kecemplung di lingkungan sosial yang percaya dengan suatu hal, kemungkinan besar, kita pun akan percaya hal itu sebagai realita. Tak peduli seberapa absurdnya. Tak percaya? Tengok sekitar Anda, kemungkinan besar Anda punya kawan yang percaya kalau bumi itu datar atau alien ada di sekitar kita menyamar sebagai manusia biasa.

Anyway, point yang ingin saya sampaikan adalah, karena realita kita dibentuk lingkungan sosial kita, satu-satunya cara memahami mereka yang menyebar hoax dan menolak menerima fakta, bahkan setelah diklarifikasi pihak berwenang, adalah dengan menengok kelompok sosial macam apa dia berada.

Dari sini kita bisa mengambil pelajaran juga, bahwa benar ujar Nabi ketika mewanti-wanti umatnya untuk berhati-hati dalam memilih kawan bergaul. Berkumpul dengan penjual minyak wangi membuat kita terpapar harum, bergaul dengan penyebar hoax membuat realita kita terdistorsi dan tak mampu membedakan fakta dan ilusi.

So, hati-hatilah memilih lingkungan sosial Anda. Karena ia membentuk realita yang akan Anda percaya.

Tabik. (Brando Alfonso)

Artikel ini telah dibaca 26 kali

Baca Lainnya

Cita-Cita Generasi Milenial dalam Mewujudkan Demokrasi Pancasila

4 Juni 2023 - 18:24

Perempuan dalam Pusaran Penyelenggara Pemilu

2 Juni 2023 - 12:18

Pengawasan Partisipatif untuk Masyarakat Buruh Kabupaten Pasuruan

29 Mei 2023 - 08:41

Pemilu & Wakil Rakyat yang Berkualitas

19 Mei 2023 - 20:21

Polemik Dirjen Pajak Hambat Kesadaran Masyarakat Sebagai Wajib Pajak

13 Mei 2023 - 11:29

8 Manfaat Jaket Parasut untuk Olahraga, Bisa Bikin Langsing!

14 Januari 2023 - 15:36

Trending di Artikel